cerita itu perlu

Thursday, November 13, 2014

Apa Yang Tersimpan Didalamnya

No comments :
Disamping vespa tua berwarna hitam, aku masih berdiri melihat-lihat keadaan. Pak Mulyono bisa saja curiga mungkin-mungkin jok vespanya ditempeli permen karet lagi. Tapi tenang pak, targetku bukan lagi celana hitam bapak yang terkena permen karet. Tas di belakang pos satpam itu yang utama.


Aku tak pandai berakting, sehalus-halusnya gelagatku menuju belakang pos, tetap saja rasanya was-was. Andai-andai pak Mulyono menanyaiku apa aku harus selalu berbohong kepadanya. Terakhir aku beralasan keluar gerbang untuk fotokopi, padahal untuk membolos dua jam mata pelajaran terakhir di hari Sabtu.

Istirahat kedua tak terlalu panjang, kesempatan untuk mengambilnya sangatlah singkat. Aku tak bisa melewatkan momen ini. Sudah dua guru memarahiku karena dianggap tidak membawa buku pelajaran.


Pak Mulyono terlihat santai dengan Koran harian nya. Terjaga dengan berita-berita artis ibu kota. Dengan segelas besar teh di sampingnya. Aku mencoba melewati pos nya, berjalan sewajar-wajarnya mencoba menuju samping gerbang untuk selanjutnya masuk sela-sela sempit antara tembok pos dan tembok pagar sekolah.


Dua langkah lagi aku akan sampai di samping gerbang, hingga sebuah mobil silver datang dari luar gerbang membunyikan klaksonnya. Sontak pak Mulyono berlari membukakan gerbang sekolah. Aku masih berdiri diam, melihat orang-orang yang ada di dalam mobil. Satu orang laki-laki tua dan seorang gadis sebayaku. Gadis itu duduk di kursi belakang dengan tatapan mata yang kosong. Mungkin sama kosongnya dengan otakku.


Mobil silver sudah masuk menuju area halaman sekolah, setelah pak Mulyono berbincang singkat dengan supirnya. Entahlah apa yang mereka bicarakan. Yang jelas bukan masalah anak laki-laki kusam yang berdiri di samping gerbang sekolah. Maksudnya tak terdengar olehku.


Semestinya pak Mulyono masuk kembali ke dalam posnya, meminum tehnya dan melihat gambar-gambar iklan di korannya. Tapi, dia menatapku, cukup lama, dengan tatapan penuh curiga. Aku laki-laki kusam yang sedang gelisah pun merasa curiga. Apa dia akan meminta ganti rugi celananya. Bukan, apa dia menemukan tas coklat itu. Ataukah mungkin saja tas itu sudah berada di kantor ruang BK. Dan mungkin pengeras suara akan memanggilku.


Lima detik berlalu. Enam, tujuh, delapan.


“Bajumu itu ada yang keluar, masukin…,”


“ohh.. iya pak…,”


Setelah pak Mulyono masuk kantor, aku langsung menuju sela-sela tembok. Tas itu masih aman di singgahsananya. Tergeletak diantara rumput-rumput kuning yang empuk. Ditemani plastic-plastik jajanan yang berserakan. Aman.


Aku mengangkatnya kubawa di pundakku, menuju kelas kembali. Dalam euphoria keberhasilanku, mendapatkan tas yang membuatku resah itu, pikiranku kosong hingga lingkungan sekitarpun tak aku pedulikan.


“Eh… kamu mas,… mau bolos ya? Bawa tas keluar kelas…,” suara keras tinggi mengagetkan langkahku setelah melewati vesta tua hitam. Wajah sumringah euphoria keberhasilan menjelma menjadi bak tersambar petir, kusam pudar hilang sinarnya dan bingung. Pak Mulyono semakin dekat.


“Gak pak, itu pak mau fotokopi buku…,”


“Uwis, gak usah bohong lagi, mana bukunya? Coba lihat isinya…,” mengambil tas tanpa basa-basi dan membuka-buka melihat isi didalamnya.


“Orang cuma bawa buku satu, buku tulis lagi… sudah tas mu bapak sita di pos, nanti pulang sekolah kamu ambil…,”

"Sambungan Cerpen ini belum ketemu filenya, mohon tunggu ya bang"












No comments :

Post a Comment